1. ILMU PENGETAHUAN
A.
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu
pengetahuan adalah usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Namun segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
MENURUT BEBERAPA AHLI
a. NS. Asmadi,
ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui
penyelidikan yang sistematis dan terkendali ( metode ilmiah ).
b. Poespoprodjo,
ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi
perkembangan teori dan uji empiris.
c. Minto Rahayu, ilmu
adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum,
sedangkan pengetahuan adalah pengalaman yang bersifat pribadi/kelompok dan
belum disusun sistematis karena belum dicoba dan diuji.
d. M. Izuddin Taufiq, ilmu
adalah penelusuran data atau informasi melalu pengamatan, pengkajian dan
eksperiman, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal
usulnya.
e. Thomas Kuhn, ilmu
adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam bentuk
penolakan maupun pengembangannya.
f. Dr. Maurice Bucaille, ilmu
adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama
maupun sebentar.
g. Francis Bacon, ilmu
adalah satu-satunya pengetahuan yang vail dan hanya fakta-fakta yang dapat
menjadi objek pengetahuan.
h. Charles Singer, ilmu
adalah suatu proses yang membuat pengetahuan ( science is the which makes
knowledge ).
i. Mohammad Hatta, ilmu
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu
golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari
luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
j. J. Habarer 1972, ilmu
adalah suatu aktivitas manusia yang merupakan kumpulan teori, metode dan
praktek serta menjadi pranata dalam masyarakat.
k. Popper,
ilmu adalah tetap dalam keseluruhan dan hanya mungkin direorganisasi
l. Dr. H. M. Gade,
ilmu adalah falsafah, yaitu hasil pemikiran tentang batas-batas kemungkinan
pengetahuan manusia.
SIKAP YANG BERSIFAT ILMIAH
1. Tidak ada perassan yang bersifat pamrih sehingga mencapai
pengetahuan ilmiah yang objektif.
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema
dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala dan mengadakan pemilihan
terhadap hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat
diubah maupun tehadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma
terdahulu telah mencapai kepastian, namun masi terbuka untuk dibuktikan
kembali.
B. TEKNOLOGI
Teknologi
adalah suatu ilmu pengetahuan yang dikombinasikan antara teknik ilmiah dengan
materi. Misalnya dengan menggunakan ilmiah untuk menciptakan mesin atau
perangkat untuk membuat hal-hal suatu pekerjaan mudah untuk dilakukan.
PENGERTIAN
TEKNOLOGI MENURUT ;
1.
Poerbahawadja Harahap, teknologi adalah ilmu
yang menyelidiki cara-cara kerja di dalam teknik dan ilmu pengetahuan yang
digunakan dalam pabrik-pabrik dan industry-industri.
2.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 1158),
teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan
terapan.
3.
Random House Dictionary seperti dikutip Naisbitt
(2002 : 46), teknologi adalah sebagai benda, sebuah onyek, bahan dan wujud yang
jelas-jelas berbeda dengan manusia.
4.
Wikipedia situs wiki terbesar didunia, teknologi
adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
5.
Miarso (2007 : 62), teknologi adalah proses yang
meningkatkan nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau menghasilakn suatu
produk, produk yang dihasilkan tidap terpisah dari produk lain yang telah ada,
dank arena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
CIRI-CIRI FENOMENA TEKNIK
PADA MASYARAKAT
a.
Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah
menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
b.
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan
tidak alamiah.
c.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan
dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu
mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
d.
Teknis berkembang pada suatu kebudayaan.
e.
Monism, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan
saling bergabung.
f.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas
kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g.
Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip
sendiri.
CIRI-CIRI TEKNOLOGI BARAT
a.
Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi,
tenaga kerja dll, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh
itu sendiri.
b.
Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan
sifat kebergantungan.
c.
Kosmologi atau pandangan teknologi barat adalah menganggap
manusia sebagai tuan atau mengambil jarak dengan alam.
C.
ILMU
PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam
suatu golongan masalah untuk mengenali kejadian tertentu yang belum pernah
dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) teknologi berkaitan erat dengan sains (science) dan
perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi,
yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya untuk
mempermudah pekerjaan manusia.
Nilai adalah
sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas dan berguna bagi manusia.
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia.
D. KEMISKINAN
Kemiskinan
lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memnuhi kebutuhan hidup
yang pokok, dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling poko seperti pangan, pakaian,
tempat berteduh, dll. (Emil Salim, 1982).
Garis kemiskinan
yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh 3 hal yaitu :
a.
Persepsi manusia tehadap kebutuhan pokok yang diperlukan
b.
Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
c.
Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan di
pengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat-istiadat dan sistem nilai yang
dimiliki. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran
kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya di
tengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa
hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah gizi cukup
dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis
kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya.
CIRI MANUSIA YANG HIDUP DI BAWAH GARIS KEMISKINAN
1.
Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal
dan keterampilan.
2.
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi
dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atatu modal
usaha.
3.
Tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar
karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan.
4.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas self
employed (berusaha apa saja).
5.
Banyak yang hidup di kota berusia muda dan tidak mempunyai
keterampilan.
FUNGSI KEMISKINAN
a. Fungsi ekonomi, penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu,
menimbulkan dana sosial, membuaka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang
bekas (masyarakat pemulung).
2. Agama dan Masyarakat
A.
Fungsi Agama
1.
Fungsi Agama
Dalam hal fungsi, masyarakat dan
agama itu berperan dalam mengatasi persoalan persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan
sebagainya.
Agama dalam masyarakat bisa
difungsikan sebagai berikut :
a.
Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan
pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman,
dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara
(perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b.
Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan
keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan
keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia
untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan
berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya
dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c.
Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial
yaitu :
Agama meneguhkan kaidah-kaidah
susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
Agama mengamankan dan melestarikan
kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama
baru dan dari system hokum Negara modern.
d.
Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan
kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur
kesamaan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan
ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan
sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan
besar, seperti NATO, ASEAN dll.
Kesatuan persaudaraan atas dasar
se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan
hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya
dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi
yang dipercayai bersama
e.
Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini
diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama
dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
2.
Dimensi Komitmen Agama
Perkembangan iptek mempunyai
konsekuensi penting bagi agama.Sekulerisai cenderung mempersempit ruang gerak
kepercayaan dan pengalaman keagamaan. Kebanyakan agama yang menerima nilai-
nilai institusional baru adalah agama – agama aliran semua aspek kehidupan.
Dimensi komitmen agama menurut
Roland Robertson:
1. dimensi
keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut
pandangan teologis tertentu.
2. Praktek agama
mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan
komitmen agama secara nyata.
3. Dimensi
pengerahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
4. Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
5. Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
Agama begitu univeersal , permanan
(langgeng) , dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama ,
akan sukar memahami masyarakat . hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga
agama adalah , apa dan mengapa agama ada , unsur-unsur dan bentuknya serta
fungsi dan struktur agama .
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe , meskipun tidak menggambarkan sebernarnya seccara utuh
( Elizabeth K. Nottingham,1954). Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai
sakral. Masyarakat tipe ini kecil terisolasi , dan terbelakang.
Anggota masyarakat menganut agama
yang sama . oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama .agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang
lain . sifat-sifat :
1. Agama memasukan
pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secar mutlak.
2. Dalam keadaan
lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang , agama jelas menjadi
fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat-masyarakat praindustri
yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi ada perkembangan
teknologi yang lebih tinggi dari tipe pertama.
Tampilnya organisasi agama adalah
akibat adanya “ perubahan batin “ atau kedalamann beragama , mengimbangi
perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi , fasilitas , produksi
produksi , pendidikan , dan sebagainya . Agama menuju ke pengkhususan
fungsional . pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak
organisasi keagamaan.
B.
Pelembagaan Agama
1.
Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat
Agama memiliki tiga (3) tipe
hubungan dengan masyarakat diantaranya ( menurut Elizabeth K. Nottingham )
a.
Masyarakat Pedalaman
Di dalam kehidupan masyarakat
pedalaman agama masih berdasarkan kepercayaan sehingga mereka mengadakan
berbagai upacara ritual karena mereka percaya dengan begitu mereka sudah
memiliki agama.
b.
Masyarakat Semi Industri
Dalam masyarakat semi industri sudah
lebih maju dari masyarakat pedalaman sehingga di masyarakat semi indutri sudah
memegang agama sebagai kepecayaan dan sebagai pedoman dalam melakukan segala
hal seperti berdagang.
c.
Masyarakat Industri Sekunder ( Modern )
Dalam masyarakat industri sekunder
sudah banyak muncul teknologi canggih sehingga lebih mudah menolong kegiatan
manusia, namun karena sudah banyak teknologi maka agama menjadi di “no duakan”
sehingga kurangnya kepercayaan terhadap agama.
2.
Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu
tempat atau lembaga dimana tempat tersebut untuk membimbing manusia yang
mempunyai atau menganut suatu agama.
dan melembagai suatu agama.
seperti di Indonesia pelembagaan
agamanya seperti MUI, MUI itu sendiri singkatan dari Majelis Ulama
Indonesia,yang menghimpun para ulama indonesia untuk menyatukan gerak langkah
islam di Indonesia, MUI yang melembagai atau membimbing suatu agama khususnya
agama islam.
dengan kata lain pelembagaan agama
adalah wadah untuk menampung aspirasi-aspirasi di setiap masing-masing agama.
ketika ada selisih paham yang tidak sependapat dengan agama yang bersangkutan,
maka masalah tersebut di bawa ke pelembagaan agama, untuk di tindak
lanjuti.dengan memusyawarahkan masalah tersebut dan di ambil keputusan bersama
dan di sepakati bersama pula.
C.
Agama, Konflik dan Masyarakat
Secara sosiologis, Masyarakat agama
adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural dalam
hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat
dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang
berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya pluralisme agama secara sosiologis ini
merupakan pluralisme yang paling sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti
mengizinkan pengakuan terhadap kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama
lain.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh M.
Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, apalagi
berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian
yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka
keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah, menurut
Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan, karena
manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang muslim misalnya, ia
menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan Islam. Namun, Rasjidi
mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah multi-complex yang
mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal ini adalah realitas,
karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya
religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik yang terjadi di
masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan
terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti
Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi
Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga
kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan
kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk
agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas
dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama
dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir
kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara
perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada
ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini
kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan
kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial
bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai
masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan
kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan
beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan
analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis
sosiologis: teori konflik.
Konflik yang ada dalam Agama dan
Masyarakat
Di beberapa wilayah, integritas
masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama
terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan,
kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil
saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan
berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di
masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan
terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti
Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi
Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu
sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan
kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama
serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti
yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan
bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan
mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir
kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara
perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada
ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini
kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan
kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial
bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai
masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan
tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama
dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba
memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang
kerangka analisis sosiologis: teori konflik.